Tarikuda kepang jadi salah satu contoh tarian yang menggunakan pola lantai. Foto: Unsplash. Untuk memahami lebih lanjut tentang bentuk-bentuk pola lantai, berikut contoh pola lantai pada beberapa tarian nusantara yang bisa dipelajari dengan mudah. Tari Perang merupakan tari tradisional dari Nias bagian selatan.
3 Tari Bedhaya, Jogjakarta Tari bedaya atau dalam bahasa Jawa disebut bedhoyo adalah tari klasik yang lahir di lingkungan keraton Mataram Islam di masa silam. Tarian yang sarat dengan nilai religius spiritualis ini juga merupakan salah satu contoh tari berpasangan. Tarian ini menceritakan kehidupan manusia, mulai dari lahir hingga saat ia
Padazaman ini tari memiliki berbagai fungsi antara lain tari upacara, tari hiburan, tari pertunjukan. Tari yang berfungsi sebagai upacara ritual dan yang berfungsi sebagai hiburan pribadi sebagian tidak tercakup karena tari ritual pada umumnya lebih mementingkan tujuan dari pada bentuk penyajiannya, sedangkan tari hiburan lebih mementingkan keikutsertaan penari dalam tari itu dari pada
TariBedhaya Santi Mulya yang merupakan bentuk perkembangan dari Tari Bedaya Tunggal Jiwa adalah tarian yang muncul sebagai akibat dasar atas adanya kesepakatan masyarakat di Demak. Dimulai dengan munculnya tari/ beksan Srimpen yang dibawakan oleh empat penari wanita dengan serangkaian bentuk gerak sederhana, terdiri dari maju beksan, beksan
Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. Sejarah Tari Bedhaya – Umumnya, Sahabat Gramedia dapat menikmati ragam kesenian dan tarian Nusantara kapan saja. Namun, Provinsi Jawa Tengah memiliki suatu tarian yang tidak dapat dipentaskan tiap waktu. Para penari hingga hadirin yang menonton dalam pelaksanaannya diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Tari itu adalah Bedhaya Ketawang yang berasal dari Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang merupakan suatu tarian khusus yang dianggap sakral sebagai lambang kebesaran raja. Tarian ini adalah tari tradisional keraton yang sarat makna dan memiliki hubungan yang erat dengan upacara adat, religi, serta percintaan Raja Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul. Apakah kalian penasaran dengan tarian ini? Silakan simak terus ulasan berikut hingga tuntas! Beksan Bedhaya Ketawang merupakan suatu tarian sakral atau tarian pusaka yang hanya dipertunjukkan ketika penobatan atau Tinggalandalem Jumenengan ISKS Paku Buwana upacara peringatan kenaikan takhta raja. Sejarah tari Bedhaya Ketawang ini mengisahkan tentang dalam pertapaan Panembahan Senopati yang bertemu dan bercinta dengan Ratu Kencanasari atau yang lebih dikenal dengan nama Kanjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian Bedhaya Ketawang. Mengutip penjelasan di dalam buku berjudul Pembelajaran Seni Tari di Indonesia dan Mancanegara yang ditulis oleh Arina Restian, nama Bedhaya Ketawang sendiri berasal dari kata bedhaya yang berarti “penari wanita di istana atau keraton”, sedangkan ketawang berarti “langit” atau “mendung di langit” identik dengan sesuatu yang tinggi, keluhuran, dan kemuliaan. Tari Bedhaya Ketawang menjadi tarian sakral yang suci karena menyangkut ketuhanan segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Ketawang melambangkan sesuatu yang tinggi, suci, dan tempat tinggal para dewa. Penarinya dilambangkan seperti letak bintang kalajengking yang jumlahnya tujuh hingga sembilan orang yang memakai kostum senada. Menurut kepercayaan, Kanjeng Ratu Kidul akan hadir dan ikut menari sebagai penari ke-10. Lalu, bagaimana pola lantai tari Bedhaya Ketawang? Berikut penjelasannya. Sejarah Tari BedhayaSeputar Tarian dan Makna FilosofisMakna Pola Lantai Tari BedhayaKoreografi Tari Bedhaya KetawangKisah di Balik Tari Bedhaya KetawangSumber Tari Bedhaya Ketawang ketika dipertunjukkan dalam Sasana Sewaka, Keraton Surakarta ESCapade/Creative Commons Attribution-Share Alike Unported. Ada beberapa legenda yang mengungkapkan pembentukan tarian ini. Suatu ketika, Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613–1645 sedang melakukan laku ritual semadi. Konon, dalam keheningan sang raja mendengar suara tetembangan senandung dari arah tawang atau langit. Sultan Agung merasa terkesima dengan senandung tersebut. Begitu selesai bertapa, Sultan Agung memanggil empat orang pengiringnya, yaitu Panembahan Purbaya, Kyai Panjang Mas, Pangeran Karang Gayam II, dan Tumenggung Alap-Alap. Sultan Agung mengutarakan kesaksian batinnya kepada mereka. Sultan Agung sendiri kemudian menciptakan sebuah tarian yang diberi nama Bedhaya Ketawang karena terilhami oleh pengalaman gaib yang dialaminya. Menurut versi yang lain, dikisahkan pula bahwa Panembahan Senapati bertemu dan bercinta dengan Ratu Kencanasari atau yang dikenal juga dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul dalam pertapaannya, yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini. Setelah Perjanjian Giyanti pada 1755 Pakubuwana III bersama Hamengkubuwana I melakukan pembagian harta warisan Kesultanan Mataram, yang sebagian menjadi milik Kesunanan Surakarta dan sebagian lainnya menjadi milik Kesultanan Yogyakarta. Pada akhirnya, Tari Bedhaya Ketawang menjadi milik istana Keraton Kesunanan Surakarta Hadiningrat. Sampai saat ini, Tari Bedhaya Ketawang dalam perkembangannya masih tetap dipertunjukkan ketika penobatan dan upacara peringatan kenaikan takhta Sunan Surakarta SISKS Pakubuwana. Seputar Tarian dan Makna Filosofis Tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya dipertunjukan ketika penobatan serta peringatan kenaikan takhta raja di Kesunanan Surakarta. Tarian ini merupakan tarian sakral yang suci bagi masyarakat dan Kesunanan Surakarta. Menurut sejarahnya, tarian ini berawal ketika Sultan Agung memerintah kesultanan Mataram tahun 1613–1645. Pada suatu saat, Sultan Agung melakukan ritual semedi lalu beliau mendengar suara senandung dari arah langit, Sultan Agung pun terkesima dengan senandung tersebut. Lalu beliau memanggil para pengawalnya dan mengutarakan apa yang terjadi. Dari kejadian itulah Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama bedhaya ketawang. Ada juga versi lain yang mengatakan bahwa dalam pertapaannya Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kanjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini. Namun setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755, dilakukan pembagian harta warisan kesultanan mataram kepada Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga ada pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang akhirnya di berikan kepada kasunanan Surakarta dan dalam perkembangannya tarian ini tetap dipertunjukan pada saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan tahta sunan Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang ini menggambarkan hubungan asmara Kanjeng Ratu Kidul dengan raja Mataram. Semua itu diwujudkan dalam gerak tarinya. Kata-kata yang terkandung dalam tembang pengiring tarian ini menggambarkan curahan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Tarian ini biasanya dimainkan oleh sembilan penari wanita. Menurut kepercayaan masyarakat, setiap pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang ini dipercaya akan kehadiran Kanjeng Ratu Kidul hadir dan ikut menari sebagai penari kesepuluh. Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus di miliki setiap penarinya. Syarat yang paling utama, yaitu para penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari harus meminta ijin kepada Kanjeng Ratu Kidul lebih dahulu dengan melakukan caos dhahar di panggung sanga buwana, keraton Surakarta. Hal ini di lakukan dengan berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan. Kesucian para penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan berlangsung, Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya masih salah. Pada pertunjukannya, Tari Bedhaya Ketawang di iringi oleh iringan musik gending ketawang gedhe dengan nada pelog. Instrumen yang digunakan diantaranya adalah kethuk, kenong, gong, kendhang, dan kemanak. Dalam Tari Bedhaya Ketawang ini dibagi menjadi tiga babak adegan. Di tengah tarian nada gendhing berganti menjadi slendro selama 2 kali. Setelah itu nada gending kembali lagi ke nada pelog hingga tarian berakhir. Selain diiringi oleh musik gending, Tari Bedhaya Ketawang diiringi oleh tembang lagu yang menggambarkan curahan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, kemudian dilanjutkan dengan Ratnamulya. Pada saat penari masuk kembali ke dalem ageng prabasuyasa, instrumen musik ditambahkan dengan gambang, rebab, gender dan suling untuk menambah keselarasan suasana. Dalam pertunjukannya, busana yang digunakan penari dalam Tari Bedhaya Ketawang adalah busana yang digunakan oleh para pengantin perempuan Jawa, yaitu Dodot Ageng atau biasa disebut dengan Basahan. Pada bagian rambut menggunakan Gelung Bokor Mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih besar dari gelungan gaya Yogyakarta. Untuk aksesoris perhiasan yang digunakan di antaranya adalah centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha rangkaian bunga yang dikenakan di gelungan, yang memanjang hingga dada bagian kanan. Bedhaya Ketawang merupakan suatu tarian yang berfungsi bukan hanya sebagai hiburan, karena tarian ini hanya ditarikan untuk sesuatu yang khusus dan dalam suasana yang sangat resmi. Tari Bedhaya Ketawang menggambarkan hubungan asmara Kangjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram. Semuanya diwujudkan dalam gerak-gerik tangan serta seluruh bagian tubuh, cara memegang sondher dan lain sebagainya. Semua kata-kata yang tercantum dalam tembang lagu yang mengiringi tarian, menunjukkan gambaran curahan asmara Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Menurut kepercayaan masyarakat, setiap Tari Bedhaya Ketawang ini dipertunjukkan, dipercaya Kanjeng Ratu Kidul akan hadir dalam upacara dan ikut menari sebagai penari kesepuluh. Tari Bedhaya Ketawang ini dibawakan oleh sembilan penari. Dalam mitologi Jawa, sembilan penari Bedhaya Ketawang menggambarkan sembilan arah mata angin yang dikuasai oleh sembilan dewa yang disebut dengan Nawasanga. Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh penarinya. Syarat utama adalah penarinya harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari tetap diperbolehkan menari dengan syarat harus meminta izin kepada Kanjeng Ratu Kidul dengan dilakukannya caos dhahar di Panggung Sangga Buwana, Keraton Surakarta. Syarat selanjutnya, yaitu suci secara batiniah. Hal ini dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang pergelaran. Kesucian para penari benar-benar diperhatikan karena konon kabarnya Kanjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari yang gerakannya masih salah pada saat latihan berlangsung. Sembilan penari Bedhaya Ketawang memiliki nama dan fungsi masing-masing. Tiap penari tersebut memiliki simbol pemaknaan tersendiri untuk posisinya Penari pertama disebut Batak yang disimbolkan sebagai pikiran dan jiwa. Penari kedua disebut Endhel Ajeg yang disimbolkan sebagai keinginan hati atau nafsu. Penari ketiga disebut Endhel Weton yang disimbolkan sebagai tungkai kanan Penari keempat disebut Apit Ngarep yang disimbolkan sebagai lengan kanan Penari kelima disebut Apit Mburi yang disimbolkan sebagai lengan kiri. Penari keenam disebut Apit Meneg yang disimbolkan sebagai tungkai kiri. Penari ketujuh disebut Gulu yang disimbolkan sebagai badan Penari kedelapan disebut Dhada yang disimbolkan sebagai badan. Penari kesembilan disebut Buncit yang disimbolkan sebagai organ seksual. Penari kesembilan di sini direpresentasikan sebagai konstelasi bintang-bintang yang merupakan simbol tawang atau langit. Busana yang digunakan oleh para penari Bedhaya Ketawang adalah dodot ageng atau disebut juga basahan, yang biasanya digunakan oleh pengantin perempuan Jawa. Penari juga menggunakan gelung bokor mengkurep, yaitu gelungan yang berukuran lebih besar, serta berbagai aksesoris perhiasan yang terdiri atas centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha rangkaian bunga melati yang dikenakan di gelungan yang memanjang hingga dada bagian kanan. Busana penari Bedhaya Ketawang sangat mirip dengan busana pengantin Jawa dan didominasi dengan warna hijau, menunjukkan bahwa Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang menggambarkan kisah asmara Kanjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram. Pada awalnya Bedhaya Ketawang dipertunjukkan selama dua setengah jam. Namun, sejak zaman Pakubuwana X diadakan pengurangan, hingga akhirnya menjadi berdurasi satu setengah jam. Gending atau musik yang dipakai untuk mengiringi Bedhaya Ketawang disebut Gending Ketawang Gedhe yang bernada pelog. Perangkat gamelan yang digunakan untuk membawakan gending ini terdiri dari lima jenis, yaitu kethuk, kenong, kendhang, gong, dan kemanak, yang sangat mendominasi keseluruhan irama gending. Bedhaya Ketawang dibagi menjadi tiga adegan babak. Di tengah-tengah tarian, laras nada gending berganti menjadi nada slendro selama dua kali, kemudian nada gending kembali lagi ke laras pelog hingga tarian berakhir. Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, selanjutnya berganti ke Retnamulya. Pada saat mengiringi jalannya penari masuk kembali ke Dalem Ageng Prabasuyasa, alat gamelan yang dimainkan ditambah dengan rebab, gender, gambang, dan suling. Ini semuanya dilakukan untuk menambah keselarasan suasana. Makna Pola Lantai Tari Bedhaya Sama halnya dengan tarian lainnya, tari Bedhaya Ketawang mempunyai pola lantai tersendiri. Pola lantai tarian ini menggunakan pola lantai gawang monitor mabur, gawang jejer wayang, gawang urut kacang, gawang kalajengking, gawang perang, dan gawang tiga-tiga. Pola lantai dalam tarian tersebut juga dikenal dengan nama rakit lajur yang menggambarkan lima unsur dalam diri diri manusia, yaitu cahaya, rasa, sukma, nafsu, dan perilaku. Sebagai tarian yang sakral, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh setiap penarinya, yaitu kesembilan penari harus merupakan seorang gadis suci dan tidak sedang haid atau menstruasi. Jika sedang menstruasi, penari tersebut harus meminta izin terlebih dahulu kepada Kanjeng Ratu Kidul dengan melakukan caos dahar di panggung Sangga Buwana di Keraton Surakarta. Hal tersebut dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan. Ketika latihan dimulai, Kanjeng Ratu Kidul akan datang jika ada penari yang gerakannya masih kurang benar. Koreografi Tari Bedhaya Ketawang Sebagaimana penjelasan dalam buku Kagunan Sekar Padma Kontinuitas dan Perkembangan Kesenian Tradisional di Yogyakarta Awal Abad XX yang disusun oleh Indra Fibiona dan Darto Harnoko, koreografi tari Bedhaya Ketawang diiringi oleh sinden dan musik gamelan. Selanjutnya, tarian itu disusun dengan sangat hati-hati berdasarkan arahan penguasa putra mahkota untuk acara-acara penting di istana. Perhatian yang cermat mengenai koreografi dan iringan musik tersebut menunjukkan betapa pentingnya fungsi ritual dari bentuk seni. Koreografi yang panjang dan kompleks, serta musik gamelan dan para sinden membutuhkan kekompakan permainan seniman yang perlu latihan secara teratur agar selaras satu sama lain. Pagelaran pertunjukan besar seperti itu awalnya memang hanya ada di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta saja. Namun, pertunjukan tersebut mulai diadaptasi oleh pejabat tinggi di kadipaten seiring berjalannya waktu. Tari Bedhaya Ketawang yang paling tua dan dianggap paling sakral adalah Tari Bedhaya Ketawang Surakarta. Tarian itulah yang kemudian menjadi tarian yang menginspirasi semua bentuk koreografi Bedhaya, baik di Surakarta maupun Yogyakarta. Hal ini dikarenakan adanya pernikahan antar keluarga keraton, sehingga para mempelai membawa seniman pendherek yang menyertainya. Kisah di Balik Tari Bedhaya Ketawang Dikutip dari buku yang sama karangan Indra Fibiona dan Darto Harnoko, tarian ini mengisahkan tentang Ratu Kidul yang secara kebetulan bertemu dengan sultan di pantai, perbatasan antara Kerajaan Mataram Yogyakarta dengan Kerajaan Nyi Roro Kidul. Sultan Mataram dan Kanjeng Kidul saling tertarik satu sama lain. Sultan kemudian mengikuti Sang Ratu Kidul menuju istananya yang berada di dasar laut. Mereka hidup bersama selama beberapa waktu, hingga datanglah roh Sunan Kalijaga yang menasihati sultan bahwa pengantinnya itu Ratu Kidul sebenarnya bukanlah seorang manusia, sebab kecantikannya yang abadi sangatlah sempurna seperti gadis muda. Pada saat itu, Ratu Kidul bertemu dengan sultan bertepatan dengan malam bulan purnama, sehingga sultan begitu terpesona dengan paras kecantikan sang ratu. Sunan Kalijaga lantas menyadarkan sultan dengan memberi nasihat untuk tetap melaksanakan amanah, yaitu mengemban tugas mengayomi rakyat dan kerajaannya yang telah diabaikan karena terpikat dengan Ratu Kidul. Pada akhirnya, Sultan Agung kemudian meninggalkan Ratu Kidul. Namun, sang ratu akan selalu melindungi Sultan Agung dan keturunannya, kapan pun Kerajaan Mataram berada dalam bahaya. Sumber “Tari Bedhaya Ketawang“. Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Diakses tanggal 23 November 2022. “Tari Bedhaya Ketawang“. Center Of Excellence CoE Budaya Jawa. Diakses tanggal 23 November 2022. “Tari Bedhaya Ketawang“. Pariwisata Indonesia. Diakses tanggal 23 November 2022. ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Tari Bedhaya Ketawang adalah bentuk tarian Jawa kuno yang telah lama memegang tempat penting dalam budaya dan sejarah Indonesia. Bentuk tarian tradisional ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan masih dipentaskan khususnya di kawasan Yogyakarta. Sebab, dari provinsi daerah istimewa itu-lah Tari Bedhaya Ketawang itu berasal. Gerakan para penari sering disamakan dengan keanggunan dan keindahan bunga teratai, dan musik serta kostumnya juga merupakan simbol budaya dan sejarah Jawa. Pada postingan blog kali ini, kita akan mengupas tentang sejarah, makna, dan pelaksanaan tari Bedhaya Ketawang yang diiringi oleh musik gamelan. Artikel terkait Beraneka Ragam, Ini 25 Tarian Tradisional dari Berbagai Provinsi di Indonesia Sejarah Tari Bedhaya Ketawang Menurut catatan sejarah, tarian ini muncul pada abad ke-15 atau ke-16 di Kerajaan Mataram, yang kala itu diperintah oleh Sultan Agung. Tarian dengan koreografi yang unik dan rumit ini muncul pada periode tahun 1613 – 1645, pada masa kekuasaan Sultan Agung. Konon, saat tengah melakukan ritual semedi, Sultan Agung mendengar senandung nyanyian dari langit. Terpukau dengan senandung tersebut, Sultan Agung menggubah sebuah tarian yang diberi nama Tari Bedhaya Ketawang. Legenda lain menyebutkan, tarian ini terinspirasi dari pertemuan Panembahan Senopati sang pendiri kerajaan Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul kala sedang bertapa. Saat ini, tarian ini menjadi tarian kebesaran yang dipentaskan pada penobatan seorang raja, maupun pada upacara peringatan naik tahta seorang raja di Kasunanan Surakarta. Nama lainnya adalah Tingalan Jumenengan atau peringatan kenaikan tahta Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Menurut informasi dari situs pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, nama Bedhaya sendiri diadopsi dari sebutan bagi para penari istana, sedangkan Ketawang berarti langit, untuk menggambarkan sesuatu yang tinggi dan luhur. Tarian ini dianggap sebagai salah satu tarian tertua di Indonesia, dan tujuan utamanya adalah untuk mengekspresikan kekuatan, prestise, dan kekayaan istana. Ini adalah tarian yang sangat anggun dan lambat, dan dilakukan oleh dua atau lebih penari wanita yang masing-masing mengenakan sarung berwarna-warni dan dimahkotai dengan cara tradisional Jawa. Tarian ini diiringi oleh musik Bedhaya Ketawang yang terdiri dari dua bagian instrumentasi gamelan. Musik ini dianggap sebagai bentuk musik gamelan yang paling indah dan kuat, dan secara tradisional dipertunjukkan untuk acara-acara khusus di istana. Artikel terkait Mengenal 8 Jenis Tarian Jawa Tengah yang Paling Populer di Tanah Air Unsur tradisional tarian Unsur tradisional tari Bedhaya Ketawang unik karena berakar kuat pada budaya, spiritualitas, dan sejarah Jawa. Tarian terdiri dari beberapa komponen yang berbeda, termasuk postur, gerak tubuh, dan gerakan. Postur tersebut ditandai dengan tempo yang lambat, mantap, dan gerakan yang anggun, seperti menekuk lengan dan kaki dalam gerakan memutar. Gerakan dan gerakan biasanya dilakukan dengan presisi dan kefasihan, karena ini dimaksudkan untuk mengungkapkan cerita dari setiap bagian. Selain itu, tarian tradisional Bedhaya Ketawang juga menggunakan berbagai properti untuk lebih menyempurnakan dampak visualnya. Properti Tari Bedhaya Ketawang 1. Dodot Ageng Dodot ageng atau basahan adalah kostum tari bedhaya ketawang dengan warna dominan hijau. Penari juga menggunakan kain cindhe dan sampur cindhe berwarna merah dengan motif cakar. Sampur cindhe berfungsi sebagai ikat pinggang. 2. Gelungan Jenis gelungan yang digunakan adalah gelung bokor mengkurep yang bentuknya mirip dengan mangkuk terbalik. Gelungannya lebih besar dibandingkan gelungan model Yogyakarta. 3. Centhung Centhung adalah sepasang hiasan di kepala. Bentuk centhung mirip dengan gapura atau gerbang rumah masyarakat Jawa. 4. Garuda Mungkur Garuda mungkur dibuat dari bahan swasa dan bertabur intan. Posisinya adalah di bagian bawah sanggul bokor mengkureb. 5. Perhiasan Penari pada umumnya menggunakan gelang, cincin dan bros. Gelangnya berbentuk lingkaran dan terbuat dari logam. Biasanya gelang berwarna kuning keemasan. Sementara itu, cincinnya dikenakan di jari, baik jari pada tangan kanan maupun tangan kiri. Ada yang polos, dan ada yang berhiaskan intan maupun permata. Brosnya menjadi hiasan pada baju sehingga mempercantik penampilan si penari. 6. Sisir Jeram Saajar Sisir jeram saajar adalah aksesoris yang dipakai oleh penari 7. Cundhuk Mentul Cundhuk mentul adalah aksesoris berupa bunga goyang yang jumlahnya ada 9. Jumlah cundhuk mentul ini memiliki makna tersendiri, yaitu menggambarkan jumlah walisanga alias pemuka agama Islam pertama di nusantara. 8. Tiba Dhadha Tiba dhadha adalah bunga melati yang dirangkai pada gelungan. Rangkaian bunga tersebut memanjang sampai dada di sisi bagian kanan. Artikel terkait Kaya Budaya! 123 Jenis Tarian Tradisional dari Berbagai Daerah di Indonesia Arti tarian Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian istana klasik Indonesia yang telah diwariskan secara turun-temurun selama berabad-abad. Seperti sempat disinggung di awal, tarian ini menggambarkan percintaan antara dua insan, yakni Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul, sang penguasa Pantai Selatan Jawa. Dipentaskan pada upacara-upacara adat sakral, yakni penobatan raja atau peringatan naik tahta, maka tarian ini menggambarkan kesakralan, sesuatu yang tinggi, luhur, dan mulia. Kesimpulannya, Bedhaya Ketawang adalah tarian indah dan kuno yang telah diwariskan secara turun-temurun dan masih dipentaskan hingga saat ini. Ini adalah pengingat akan sejarah Jawa Tengah yang panjang dan kaya serta bukti ketahanan masyarakatnya. Baca juga 5 Jenis Tarian Jawa Tengah yang Indah, Kenalkan pada Si Kecil, Bund! Sejarah hingga Makna Mendalam Tari Remo Khas Jawa Timur 4 Tari Suku Tengger yang Masih Eksis di Wilayah Bromo, Tengger, dan Semeru Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
Tari Bedaya Ketawang Bahasa Jawa Bedhaya Ketawang, ꦨꦼꦝꦪꦑꦼꦠꦮꦁ adalah sebuah tarian kebesaran yang hanya dipertunjukkan ketika penobatan serta Tingalandalem Jumenengan Sunan Surakarta upacara peringatan kenaikan tahta raja. Nama Bedhaya Ketawang sendiri berasal dari kata bedhaya yang berarti penari wanita di istana.[1][2] Sedangkan ketawang berarti langit, identik dengan sesuatu yang tinggi, keluhuran, dan kemuliaan.[1] Tari Bedhaya Ketawang menjadi tarian sakral yang suci karena menyangkut Ketuhanan, di mana segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan Yang Maha Esa.[1] Tari Bedhaya Ketawang saat dipertunjukkan di Sasana Sewaka, Keraton Surakarta.
Bentuk tari berdasarkan penyajiannya merupakan muatan pembelajaran kelas VI sekolah dasar. Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya. Salah satu bentuk budaya yang juga memiliki nilai seni adalah tari. Tari adalah seni ekspresi jiwa dalam bentuk gerak yang indah dengan iringan tertentu. Keunikan tari tradisional melingkupi gerakan, musik iringan, busana, serta riasan yang berbeda dan mencerminkan budaya di setiap daerahnya. Gerak dalam seni tari memiliki nilai dan berbeda dengan gerak sehari-hari. Berdasarkan bentuk penyajiannya, karya tari tradisional dibagi ke dalam beberapa bentuk tari yaitu bentuk tari tunggal, tari berpasangan atau duet, dan tari Tari TunggalPertunjukan tari yang hanya ditarikan oleh seorang penari digolongkan sebagai tari tunggal atau solo. Walaupun merupakan tari tunggal, tari-tarian tersebut juga boleh dibawakan secara bersama-sama. Contoh-contoh dari tari tunggal beserta asal daerahnya adalah sebagai berikut1. Tari Golek Manis dari Jawa TengahTari golek manis berasal merupakan tari tunggal yang berasal dari Jawa Tengah. Namun tarian ini sering dimainkan secara berpasangan atau golek ini mengajarkan kita untuk mencari atau nggoleki tuntunan petuah, arti, makna dari tarian yang sudah Tari Pendet dari BaliTari Pendet adalah jenis tari tunggal yangberasal dari Bali. Tarian ini ditujukan sebagai bentuk ucapan selamat datang atas turunnya dewa di Tari Kancet Ledo/Gong dari KalimantanTimurTari Gong atau dapat disebut juga Tari Kancet Ledo adalah salah satu tarian Dayak Kalimantan Timur, tepatnya dari suku Dayak Kenyah. Tari Gong dimainkan dengan menggunakan alat musik gong sebagai pengiringnya. Di mana merupakan bentuk tarian tunggal yang ditarikan oleh seorang wanita5. Tari Gambyong dari Surakarta Jawa TengahPada mulanya, tari gambyong adalah tarian tunggal yang dibawakan oleh satu orang. Namun, seiring perkembangannya, tarian ini menjadi bentuk kesenian yang dibawakan 3-5 orang penari. Dulu tari ini digunakan untuk upacara ritual pertanian demi mendapat kesuburan padi dan panen yang melimpah6. Tari Baksa Kembang dari Kalimantan SelatanTari ini merupakan tari tunggal dan dapat dimainkan oleh beberapa penari wanita. Tari Baksa Kembang dibawakan dengan lemah lembut, yang berarti menunjukkan keramahan si tuan rumah dalam menyambut tamu kehormatan yang Tari Topeng Klana dari Cirebon Jawa BaratTari topeng Cirebon memiliki banyak ragam. Tari Topeng Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, ditandai dengan warna merah dari kedoknya8. Tari Srimpi dari Keraton Kasultanan YogyakartaTarian ini diselenggarakan pada saat pengukuhan raja maupun sultan yang baru dan berbagai acara kenegaraan di keraton. Makna Tari Serimpi adalah gambaran karakter perempuan Jawa yang lembut, anggun, serta memiliki tutur kata yang Tari Kancet Lasan dari Kalimantan TimurTari Kancat Lasan adalah tarian adat khas Suku Dayak Kenyah yang ada di Kalimantan Timur. Tari Kancat ini khas dengan gerakan Burung Enggang rangkong. Konon dahulu kala leluhur mereka turun dari langit dan menyerupai menjadi Burung Tari Panji Semirang dari BaliTari Panji Semirang merupakan tari Bali yang diciptakan oleh I Nyoman Kaler pada sekitar tahun 1942. Tarian yang merupakan salah satu contoh tari tunggal klasik ini menceritakan pengembaraan Galuh Candrakirana dalam mencari kekasihnya Raden Panji Inu KertapatiB. Tari Berpasangan atau DuetTari berpasangan adalah tarian yang dibawakan oleh dua orang, baik pria-wanita, pria-pria, maupun wanita-wanita. Adakalanya tari berpasangan ditampilkan oleh lebih dua orang, yang penting tari tersebut berkonsep dua yang saling mengisi. Kekuataan tari berpasangan terletak pada kerja sama antar penari baik dari sisi gerak maupun interaksi kedua penari. Beberapa contoh dari tari tradisional berpasangan atau duet adalah sebagai berikut1. Tari Serampang Dua Belas dari Sumatera UtaraTari ini berkembang di daerah Sumatra Utara Melayu Deli, Sumatra Barat ranah Minang, dan Riau Pekanbaru yang populer di kalangan masyarakat Melayu di masa lampau. Tari Serampang Dua Belas dimainkan secara berpasangan antara putra dan putri. Tarian ini memiliki gerakan yang menitikberatkan pada permainan mata, gerak kaki memutar dan lompatan, ditambah dengan gerak tangan dan tubuh yang Tari Legong dari BaliTari Legong berasal dari Bali yang dimainkan oleh 2 orang perempuan dan juga para penari yang memakai pakaian adat yang sangat indah. Mulanya tarian ini sebagai tarian persembahan. Seiring perkembangannya zaman, tarian ini bukan hanya sebagai tarian persembahan aja. Tetapi, bisa disaksikan pada acara-acara seperti pernikahan, acara adat dan Tari Remo dari Jawa TimurTari berpasangan yang berasal dari Jawa Timur ini bernama tari Remo. Tarian ini dimainkan oleh beberapa pasangan dengan gerakan kaki yang lebih mencolok, dimamis dan kencang. Tari Remo sebenarnya digunakan untuk menyambut tamu agung atau tamu yang berasal dari kota Tari Bambangan Cakil dari Jawa TengahTari Bambangan-Cakil biasanya ditarikan secara berpasangan. Tari Bambangan-Cakil merupakan tari ksatria yang berasal dari Jawa Tengah. Tari ini menggambarkan peperangan pada dunia Tari Cakalele dari MalukuTari Cakalele merupakan tari tradisional khas Maluku, tarian ini dimainkan kurang lebih oleh 30 orang penari baik pria maupun wanita. Tari Cakalele memakai pakaian khas perang zaman dulu dan diiringi musik beduk tifa, suling, dan kerang besar bia yang Tari Pendet dari BaliTari berkelompok asal Bali yang satu ini bernama tari Pendet. Mulanya, tari Pendet merupakan tari pemujaan yang diperagakan di pura menggambarkan penyambutan atas turunnya dewa dewi ke alam marcapada. Seiring perkembangan zaman, tari Pendet dimainkan sebagai tarian penyambutan kedatangan para Tari Payung dari Sumatera BaratTari payung yang berasal dari Sumatera Barat juga merupakan salah satu contoh tari berpasangan. Tari ini mengisahkan perjalanan cinta sepasang muda mudi hingga keduanya dipertemukan dalam ikatan pernikahan. Dalam satu panggung, tarian ini kerap dimainkan oleh 3 sampai 4 pasang penari 6 sd 8 orang.8. Tari Ketuk Tilu asal Jawa BaratTari ketuk tilu adalah tari tradisional Jawa Barat yang menjadi cikal bakal lahirnya tari Jaipong Karawang. Tarian ini juga merupakan contoh tari berpasangan karena dipentaskan oleh penari-penari wanita yang gerakannya dinamis dan saling Tari Cokek dari DKI JakartaTari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi tempo dulu. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Tari Cokek sendiri dianggap memiliki makna bahwa dalam hidup bermasyarakat harus selalu menjaga hati yang Tari Beksan Wireng dari Surakarta Jawa TengahTari Beksan Wireng yang berasal dari Jawa Tengah tepatnya Kasunanan Surakarta atau yang sekarang dikenal sebagai kota Solo. Tari Beksan Wireng adalah tari prajurit yang unggul sehingga dipentaskan secara berpasangan oleh dua orang Tari BerkelompokTari berkelompok yaitu jenis tarian yang terdiri dari banyak orang atau lebih dari dua penari. Tidak ada ketentuan mutlak jumlah maksimal penari. Akan tetapi, ada tari yang memiliki ketentuan khusus. Misalnya, pada tari Bedhaya dari Jawa yang ditampilkan oleh 5 orang penari bisa juga 7 atau 9 penari, yang masing-masing penari memiliki peran dan lintasan tari yang sudah baku Jenis tarian ini sering kali dibawakan untuk acara-acara pertunjukan. Beberapa contoh dari tari berkelompok ini antara lain sebagai berikut 1. Tari Kecak dari BaliTari Kecak yang mengisahkan tentang Ramayana, salah satu tokoh dalam pewayangan. Tari Kecak berasal dari Pulau Dewata Bali. Tarian ini biasanya ditarikan oleh penari laki-laki yang berjumlah belasan hingga puluhan orang. Para penari duduk melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan “cak” sambil mengangkat kedua Tari Saman dari NADTari Saman berasal yang berasal dari Aceh. Tari Saman dimainkan oleh penari berjumlah ganjil minimal 7 orang. Jumlah penarinya tidak terbatas tapi haruslah ganjil. Para penari yang menarikan Tari Saman duduk rapi berjajar lalu gerakannya berfokus pada gerakan tepukan pada pundak dan Tari Tortor dari Sumatera UtaraTari Tortor berasal dari daerah Tapanuli dan Samosir, Sumatera Utara. Awalnya tarian ini adalah ritual pada upacara kematian dan kesembuhan, tetapi seiring berlalunya waktu tarian ini menjadi tarian khas pada setiap upacara adat. Tidak ada ketetapan jumlah baku dalam tarian tortor. Hanya saja biasanya jumlahnya Tari Zapin dari RiauTari Zapin adalah tarian berkelompok yang berasal dari Riau. Dalam pementasan panggung, tidak ada batasan mengenai jumlah penari, namun hanya menyesuaikan dengan acara yang diadakan. Terdapat tiga gerakan inti Pada Tari Zapin, yaitu gerakan pembuka, gerakan inti, dan gerakan penutup yang jumlahnya ada 19 Tari Gambyong dari Jawa TengahTari Gambyong awalnya adalah tarian tunggal, namun saat ini berkembang menjadi tarian yang dilakukan oleh 3 sampai 5 orang penari. Tari Gambyong merupakan tarian yang dibawakan untuk menyambut Raja Surakarta dan tamu kehormatan kerajaan sekaligus sebagai tarian penghibur dalam berbagai Tari Gantar dari Kalimantan TimurTarian ini berasal dari Suku Dayak Benuaq dan Suku Tunjung. Traian ini biasanya dibawakan oleh 4 sampai 6 orang penariTarian ini biasanya dibawakan untuk menyambut tamu karena tarian ini menggambarkan kesopanan, keramah-tamahan, dan keakraban dari Suku Tari Kipas Pakarena dari Makasar Sulawesi SelatanTari Kipas Pakarena merupakan tarian tradisional dari Sulawesi Selatan tepatnya Makasar. Tarian ini dimainkan oleh empat orang penari dengan iringan musik dari gandrang semacam gendang dan puik-puik alat musik tiup.8. Tari Lumense dari Sulawesi TenggaraTari Lumense berasal Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara dalam menyambut tamu pada pesta- pesta rakyat. Tarian ini dilakukan oleh kelompok perempuan yang berjumlah 12 orang, 6 orang berperan sebagai laki-laki dan 6 lainnya berperan sebagai Tari Putri Bekhusek dari Palembang Sumatera SelatanTari Putri Bekhusek berasal dari tanah Sumatera Selatan yakni Palembang. Tarian ini sendiri memiliki arti yakni sang putri yang sedang bermain. Tarian ini sangat terkenal di Kabupaten Ogan Komering Ulu OKU dan mensimbolkan kemakmuran daerah Sumatera Tari Cangget dari LampungTari Cangget berasal dari Lampung beradat pepadun. Tari Cangget ditampilkan untuk acara gawi adat, seperti saat panen raya, upacara mendirikan rumah ataupun untuk mengantar orang yang akan pergi haji. Tari Cangget biasanya ditarikan oleh 6-14 penari wanita dan dua penari pria.
tari bedhaya bentuk penyajiannya secara